Jumat, 14 Mei 2010

tugas jurnal simposium akuntansi

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

KOMITMEN DALAM HUBUNGAN AUDITOR DAN KLIEN:
ANTESEDEN DAN KONSEKUENSI

DWI RATMONO 1
YOGI HENDRO PRABOWO
UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG


Abstract

The objectives of this study are to examine for existence antecedents of commitment
in auditor-client relationship as well as existence consequences of it. Prior research
has recognized that the construct commitment plays a central role in business
relationship. This study develops a conceptual model that can be used to investigate
what motivates clients to continue their relationship with audit firm. One hundred
and five questionnaires were received from clients, which is a response rate of 42%.
Partially Least Squares (PLS) were utilized to test the conceptual model. The results
provide empirical evidence that interdependence is an antecedent of commitment.
It is also sown that affective commitment plays an important role in auditor-client
relationships.
Key words: affective commitment, accounting firms, client, interdependence,
continuance intentions

Jl. Erlangga Tengah II No 4 Semarang 50241
Telp. (024) 8446049/0815-75257590
Email: dwi_ratmono@yahoo.com

Padang, 23-26 Agustus 2006
K-AUDI 04

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

kerjasama dan penurunan perilaku oportunistik (Morgan & Hunt, 1994; Gundlach et
al., 1995).

2.2. Model Konseptual Anteseden-anteseden Komitmen

2.2.1. Pengaruh Perceived Quality Service terhadap Commitment
Kualitas jasa profesional merupakan alasan penting mengapa pelanggan
melakukan hubungan dengan penyedia jasa. Menurut Parasuraman et al. (1998);
Lytel & Mokwa (1992), kualitas jasa sering dikonseptualisasikan sebagai suatu
perbandingan antara harapan pelanggan terhadap pelaksanaannya (Ruyter &
Wetzels, 1999). Terdapat 5 kunci yang telah diidentifikasi dalam menentukan
kualitas suatu jasa yaitu reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan
tangibles. Danssen (1995) melaporkan bahwa klien KAP menganggap secara
subjektif kualitas audit yang dirasakan lebih penting daripada kualitas teknik
pengujian audit yang lebih objektif (Ruyter & Wetzels, 1999). Dimensi reliability,
responsiveness, assurance dianggap penting oleh auditee.
Woodside et al. (1992) menemukan dukungan tentang pentingnya suatu
konsep responsiveness yang dirasakan oleh klien KAP ketika penilaian kinerja. Di
dalam literatur, tidak ada konsep atau bukti empiris mengenai hubungan antara
kualitas jasa dan komitmen. Walaupun begitu, karena komitmen bisa dilihat dan
digunakan sebagai wakil dari loyalitas yang diartikan sebagai komitmen terhadap
merek tertentu dan karena hubungan positif antara kualitas jasa dan loyalitas telah
dilaporkan secara konsisten dalam area pemasaran jasa, maka ditetapkan bahwa
akan ada hubungan positif antara kualitas jasa terhadap komitmen afektif maupun
kalkulatif.

2.2.2. Pengaruh Trust terhadap Commitment
Spekman, dalam Morgan & Hunt (1994) telah mendefinisikan kepercayaan
sebagai dasar bagi persekutuan yang strategik. Morgan & Hunt (1994) telah
mengartikan kepercayaan sebagai keyakinan yang dimiliki dalam hubungan dengan
pasangan kerja terkait dengan sikap jujur dan saling membantu satu sama lain.
Adanya kepercayaan juga memberikan dasar keyakinan bahwa tindakan pasangan
kerja mengarah pada pencapaian hasil yang baik (Rempel & Holmes, 1986). Sebagai
dimensi komitmen afektif, kepercayaan berhubungan dengan rasa integritas dan
pengurangan ketidakpastian (Rempel & Holmes, 1986). Oleh karena itu,
Granovetter (1985) berpendapat bahwa kepercayaan mengarah pada keinginan untuk

Padang, 23-26 Agustus 2006
K-AUDI 04

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

mempertahankan suatu hubungan diantara pasangan kerja (Ruyter & Wetzels,
1999).
Sebagai salah satu dimensi anteseden dari komitmen afektif, kepercayaan
mempunyai keterkaitan dengan sikap integritas dan pengurangan ketidakpastian
(Rempel & Holmes, 1986). Granovetter (1985) juga berpendapat bahwa
kepercayaan mengarah pada keinginan yang kuat untuk mempertahankan hubungan
diantara semua pihak (Ruyter dan Wetzels, 1999). Geykens & Steenkamp (1985)
melaporkan terdapat hubungan positif antara kepercayaan dan komitmen afektif.
Selain itu, hal yang berbeda juga dilaporkan mengenai hubungan negatif antara
kepercayaan dan komitmen kalkulatif.

2.2.3. Pengaruh Interdependence terhadap Commitment
Dalam setiap hubungan sosial dan ekonomi selalu ada rasa saling
ketergantungan di antara semua pihak. Tingkat ketergantungan dalam hubungan
pertukaran ditentukan melalui besarnya tingkat motivasi untuk berinvestasi yang
akan siap dilakukan dan penggantian terhadap pasangan kerja. Anderson & Weitz
(1992) berpendapat bahwa dengan adanya tingkat ketergantungan yang tinggi
menyebabkan pasangan kerja dalam suatu hubungan bisnis telah membentuk suatu
penghalang pertukaran (switching barrier) mereka sendiri. DeAngelo (1981) juga
memperkirakan bahwa hubungan jangka panjang menghemat biaya evaluasi ulang
yang dikeluarkan klien untuk melanjutkan hubungan dengan KAP (Ruyter &
Wetzels, 1999).
Dalam penelitiannya Kumar et al. (1995) dan Geykens dan Steenkamp
(1995) membuktikan secara empiris terdapat hubungan positif antara saling
ketergantungan dengan komitmen afektif. Selanjutnya Geykens dan Steenkamp juga
menjelaskan hubungan positif antara saling ketergantungan dan komitmen
kalkulatif. Hal ini dikarenakan adanya hubungan investasi yang spesifik
menyebabkan motivasi perhitungan untuk melanjutkan hubungan akan muncul.
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa hubungan jangka panjang menghemat biaya
yang dikeluarkan oleh klien untuk mengevaluasi ulang kelanjutan hubungan dengan
KAP (Ruyter dan Wetzels, 1999).
Oleh karena itu diajukan bahwa terdapat
hubungan positif antara interdependence dengan dengan kedua konstruk
commitment.

Padang, 23-26 Agustus 2006
K-AUDI 04

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI 9 PADANG

2.2.4. Pengaruh Client Orientation terhadap Commitment
Saxe & Weitz (1982) berpendapat bahwa orientasi terhadap pelanggan
merupakan konstruk yang telah terbukti penting dalam pengembangan hubungan
jangka panjang dengan pasangan kerja. Konstruk ini telah didefinisikan oleh Ruyter
& Wetzels (1999) sebagai perhatian terhadap kebutuhan pelanggan pada tingkat
interaksi antara karyawan dan pelanggan. Konstruk ini berperan penting terutama
dalam jasa profesional keuangan ketika terdapat tingkat yang relatif tinggi dalam
interaksi hubungan dengan pasangan kerja dalam pertukaran (Van der Walt et al.,
1994). Mangos et al. (1995) menekankan bahwa terdapat kemunculan orientasi
terhadap klien dalam KAP. Oleh karena itu, Dassen (1995) menyimpulkan bahwa
auditor harus mendengarkan kebutuhan klien dengan hati-hati.
Mangos et al. (1995) berpendapat bahwa KAP mempunyai fokus yang
berorientasi kepada pelanggan. Orientasi kepada pelanggan sering dilihat sebagai
orientasi utama yang berpengaruh ketika melakukan hubungan interaksi antara
penyedia jasa dan klien (Ruyter & Wetzels, 1999). Oleh karena itu, Dansen (1995)
menyimpulkan bahwa auditor harus mendengarkan dengan seksama apa yang
menjadi keinginan klien. Berdasarkan hal tersebut diusulkan adanya hubungan
positif antara orientasi kepada pelanggan dan komitmen afektif.


Simposium akutansi ini saya ambil dari blog:http://imation-imagination.blogspot.com/